Friday, November 15, 2013

IGGI CGI OPEC APEC dan OKI



IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia)

IGGI adalah kelompok internasional yang didirikan oleh Belanda pada tahun 1967 dan bertujuan untuk mengkoordinasikan dana bantuan multilateral kepada Indonesia. Pertemuan pertama IGGI diadakan di Amsterdam pada 20 Februari 1967. Saat itu Indonesia diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dari 1967 hingga 1974 IGGI melakukan dua kali pertemuan dalam setahun, namun sejak 1975 karena keadaan ekonomi membaik maka pertemuan hanya dilaksanakan sekali dalam setahun.
Adapun anggota IGGI selain belanda yaitu Bank Pembangunan Asia, UNDP, Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, Australia, Belgia, Kanada, Britania Raya, Perancis, Italia, Jepang, Jerman, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Swiss. Bantuan Awal IGGI yaitu 60% pendanaan darinya dalam penyusunan Program Repelita (Rencana Lima Tahun Indonesia) tahun 1969-1973.
Maret 1992, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa bantuan dana dari IGGI akan ditolak jika masih dikuasai oleh belanda. Sehingga IGGI digantikan oleh CGI (Consultative Group on Indonesia). Keputusan ini juga terjadi setelah Jan Pronk (ketua IGGI) yang mengecam tindakan Indonesia akan pembunuhan para pengunjuk rasa di Timor Timur (Pembantaian Santa Cruz atau Insiden Dili) pada tahun 1991.
IGGI menjadi CGI (Consultative Group on Indonesia)

Maret 1992, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa bantuan dana dari IGGI akan ditolak jika masih dikuasai oleh belanda. Sehingga IGGI digantikan oleh CGI (Consultative Group on Indonesia). Keputusan ini juga terjadi setelah Jan Pronk (ketua IGGI) yang mengecam tindakan Indonesia akan pembunuhan para pengunjuk rasa di Timor Timur (Pembantaian Santa Cruz atau Insiden Dili) pada tahun 1991. Inilah latar belakang IGGI berubah menjadi CGI
CGI adalah kelanjutan/ penyempurnaan dari IGGI yang berpusat di Den Haag, Belanda dan dibentuk pada tahun 1967. Anggota-anggota CGI  yaitu negara-negara yang sebelumnya menjadi anggota IGGI kecuali Belanda dan lembaga Internasional yaitu Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Italia, Jepang, Jerman, Selandia Baru, Amerika Serikat, Swiss, Korea Selatan, Inggris, Denmark, Austria, Spanyol, Finlandia, Swedia, Norwegia, Word Bank,UNDP, ADB, FAO, WHO, UNFPA, WFP, UNHCR, UNESCO,UNIDO, ILO, IAEA, IFAD, NIB, UNICEF, IDB, Kuwaid Fund dan Saudi Fund.
OPEC (Organization of Petroleum Exporting Coutries)

Latar Belakang dan Keanggotaan
OPEC adalah organisasi antar pemerintah, berdiri pada tahun 1960 yang dipicu oleh keputusan sepihak dari perusahaan minyak multinasional (The Seven Sisters) pada tahun 1959/1960 yang menguasai industri minyak dan menetapkan harga di pasar internasional. Adapun negara anggotanya yaitu Saudi Arabia, Iran, Irak, Venezuella, Aljazair, Nigeria, Kuwait, Qatar, UAE, Libya dan Indonesia. Equadir dan Gabon juga sebelumnya menjadi anggota namun keluar pada tahun 1992 dan 1994. Adapun negara anggota ini merupakan negara eksportir minyak. Tahun 1970 OPEC ditempatkan secara penuh dalam menetapkan pasar minyak internasional berdasarkan “The Tripoli-Teheran Agreement” antara OPEC dan perusahaan swasta tersebut.
Tujuan OPEC yaitu, (1) Memenuhi kebutuhan minyak dunia dengan saling menguntungkan (2) Mengatur pemasaran minyak agar sesama anggota tidak terjadi perang harga (3) menciptakan stabilitas harga minyak dunia.
Status Keanggotaan Indonesia
Indonesia menjadi anggota OPEC pada tahun 1962 dan ikut berperan aktif dalam penentuan arah dan kebijakan OPEC  khususnya menstabilisasi harga dan produksi minyak di pasar internasional. Pentingnya peran Indonesia di OPEC telah membawa Indonesia pernah ditunjuk sebagai sekjen OPEC serta presiden Konferensi OPEC. Tahun 2004, menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia terpilih menjadi Presiden dan Sekjen sementara OPEC.
Status keanggotaan Indonesia di OPEC menjadi wacana perdebatan karena Indonesia menjadi net-importer atau pengimpor minyak. Dalam hal ini Indonesia telah membentuk tim untuk mengkaji hal tersebut dari sisi ekonomi dan sisi politik.
Hambatan dan Peluang Indonesia di OPEC
Hambatan secara ekonomi dari keanggotaan Indonesia di OPEC karena Indonesia berkewajiban membayar iuran keanggotaan sebesar US$ 2 juta per tahun, dan juga biaya untuk delegasi Indonesia dalam sidang-sidang OPEC. OPEC kemudian melihat beberapa penurunan ekspor pada negara anggota OPEC termasuk Indonesia. Sehingga Indonesia akan mengalami hambatan dalam produksinya sehingga diperkirakan akan menjadi negara pengimpor minyak di masa yang akan datang.
Selain hambatan, namun ada berbagai Keuntungan Politis Keanggotaan Indonesia di OPEC yaitu:
1.    Posisi Indonesia meningkat dalam proses tawar-menawar dalam hubungan Internasional, dimana kapasitas menteri ESDM sebagai sekjen OPEC sekaligus presiden konferensi OPEC tahun 2004 telah memberikan posisi yang tinggi dan strategik dalam tawar menawar serta kontak yang lebih luas dengan negara produsen minyak.
2.    Citra Indonesia di luar negeri meningkat. Hal ini karena pemberitaan mengenai konferensi OPEC yang meluas dimana pejabat RI yang menjabat sebagai Presiden Konferensi OPEC.
3.    Solidaritas antar negara berkembang meningkat.
4.    Lembaga keuangan OPEC (OPEC Found) telah memberikan bantuan dana darurat kepada Indonesia sebesar 1,2 Juta Euro untuk rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh dan Sumatera Utara setelah dilanda gempa dan Tsunami.
5.    Indonesia berkesempatan menempatkan SDM nya untuk bekerja di sekretariat OPEC
6.    Indonseia mendapatkan akses komunikasi, baik yang bersifat terbuka dari sekretariat OPEC maupun rahasia tentang dinamika pasar.

APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)

Latar Belakang dan Sejarah APEC
APEC adalah wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik dalam bidang ekonomi. APEC berdiri pada bulan November 1989 di Canberra, Australia. Dibentuk atas usulan Bob Hawke, mantan perdana menteri Australia. Latar belakang terbentuknya APEC yaitu karena situasi politik dan ekonomi global yang berkembang pesat, selain itu karena adanya kekhawatiran akan gagalnya perundingan putaran Uruguay (WTO) khususnya perdagangan bebas. Dimana jika gagal disepakati, makasituasi ekonomi dunia akan penuh dengan proteksi dan  hambatan.
Adapun dua faktor dominan yang mendorong lahirnya APEC yaitu:
1.    Adanya kekhawatiran akan gagalnya perundingan putaran Uruguay yang menyebabkan meningkatnya proteksionisme sehingga dapat memunculkan kelompok perdagangan seperti pasar bebas Amerika Utara dan pasar tunggal Eropa.
2.    Revolusi besar di bidang ekonomi dan politik yang sedang terjadi dan sedang berlangsung di Eropa Timur dan Uni Soviet.
Keanggotaan APEC bersifat terbuka. Kegiatannya pun lebih menekakankan tentang kerja sama di bidang ekonomi. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa APEC ingin membentuk sebuah blok terbuka dengan keanggotaan yang bersifat suka rela dengan fokus pada bidang ekonomi, bukan pada bidang politik.
Tahun 1993 para pemimpin negara anggota APEC mulai menggelar dialog intensif, dan satu tahun setelah mendirikan sekretariat (yaitu pada tahun 1992) APEC mulai dalam tahap pembentukan visi. Pada pertemuan) di Blake Island, Seattle, Amerika Serikat yang pertama AELM (APEC Economic Leaders Meeting ditetapkan visi bahwa kawasan yang saat itu mewakili populasi 40% dari penduduk dunia dan Produk Nasional Bruto (GNP) mencapai sekitar 55% GNP dunia siap memainkan peran penting dalam perekonomian dunia.
Berkaitan dengan hal tersebut, APEC mendukung sistem perdagangan multilateral sepenuhnya dan yakin bahwa perdagangan serta investasi bebas akan mampu membawa Asia Pasifik berperan penting dalam perekonomian dunia. Sejak digelarnya AELM pula, setiap tahun dilahirkan deklarasi atau kesepakatan bersamaantara para pemimpin negara angoota APEC.
Pergeseran Misi APEC
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi APEC akhir-akhir ini tidak lagi terfokus pada isu-isu ekonomi melainkan non-ekonomi seperti isu keamanan, politik dan militer. Hal ini menjadi bukti nyata karena APEC didominasi oleh Amerika Serikat. Anggota APEC pun banyak mengalami adanya pergeseran misi ini, sehingga sejumlah anggota APEC merasa keberatan dengan hal ini, karena persoalan keamanan (non ekonomi) telah mengurangi fokus pembahasan terhadap perekonomian dan isu perdagangan serta penghidupan kembali sistem perdagangan multilateral yang gagal pada awal September 2003 di Meksiko.
OKI (Organisasi Konferensi Islam)

Latar Belakang dan Sejarah terbentuknya OKI
OKI adalah organisasi negara-negara Islam dan negara-negara dengan penduduk yang mayoritas Islam. Pada tanggal 21 Agustus 1969 Israel membakar Masjid Al Aqsa. Hal ini menimbulkan reaksi dari pemimpin arab khususnya Raja Hasan II dari Maroko yang menyerukan para pemimpin negara arab dan umat islam bersama-sama untuk menuntut Israel agar bertanggung jawab. Hal ini langsung mendapat sambutan dari Raja Faisal dari  Arab Saudi dan Liga Arab. Sehingga diadakan pertemuan pada tanggal 22-26 Agustus oleh para duta besar dan menteri luar negeri Liga Arab dan memutuskan:
1.    Tindakan pembakaran Masjid Al Aqsa oleh Israel merupakan kejahatan yang tidak bisa diterima.
2.    Tindakan Israel merongrong kesucian umat Islam dan Nasrani dan mengecam keamanan Arab.
3.    Mendesak agar segera dilakukan KTT negara-negara Islam.
Dengan hasil tersebut, maka dibentuk Panitia Pelaksana KTT oleh Arab Saudi dan Maroko yang beranggotakan Palestina, Somali, Malaysia dan Nigeria. Sehingga pada tanggal 22-25 September 1969 berlangsung KTT yang dihadiri oleh 28 negara dengan menghasilkan keputusan di antaranya:
1.    Mengutuk pembakaran Masjid Al Aqsa oleh Israel.
2.    Menuntut pengembalian kota Yerussalem
3.    Menuntut Israel agar menarik pasukannya yang berada di seluruh wilayah Arab
4.    Menetapkan pertemuan menteri luar negeri yang berlangsung di Jeddah Arab Saudi, Maret 1970.

0 comments:

Post a Comment